Mengenal Short Selling Saham di Indonesia

Salah satu jenis transaksi saham yang pernah marak dan ramai diperbincangkan di pasar saham Indonesia maupun di dunia adalah transaksi short selling. Anda pasti pernah mendengar apa itu transaksi short selling. 

Omong2 soal transaksi short selling, tahukah anda apa itu short selling? Bagaimana mekanisme transaksi short selling? Dan mengapa transaksi short selling sekarang sudah tidak diperolehkan lagi oleh Bursa Efek Indonesia? Mari kita bahas bersama di pos ini.

Short selling istilah Indonesia-nya adalah jual kosong. Apa maksudnya jual kosong? Short selling adalah transaksi saham yang dilakukan dengan cara menjual saham, tanpa membeli / memiliki sahamnya terlebih dahulu. 

Karena trader belum memiliki barang ketika menjual, maka trader harus menebusnya, yaitu dengan cara membeli sahamnya ketika harganya turun. Dengan cara ini, trader akan mendapatkan keuntungan karena trader menjual saham di harga tinggi, dan menebus dengan cara membeli di harga rendah.

Kalau masih bingung, saya berikan ilustrasinya. Ali menjual saham AKKU di harga 90 sebanyak 100 lot. Artinya Ali mengeluarkan uang sebesar Rp900.000 (90 x 100 lembar x 100 lot).

Kemudian saat saham AKKu turun ke 80, Ali membelinya. Jadi Ali membeli saham AKKU dengan modal Rp800.000 ribu.  Dengan cara ini, Ali mendapatkan keuntungan sebesar Rp100.000 (900.000 - 800.000).

Nah masalahnya short selling ini dilakukan dengan cara meminjam uang dari kantor sekuritas alias margin. Jadi ketika trader menjual saham yang belum dimiliki, trader harus mengembalikan pinjaman sekuritas ini dengan cara membelinya saat harganya nanti turun. 

Yang jadi persoalan, transaksi short selling berpotensi merugikan pasar saham, trader dan sekuritas. Barangkali anda ingat saat tahun 2008, pasar saham kita sempat jatuh pada 2 minggu pertama di Bulan September 2008. 

Pada penutupan perdagangan 1 September 2008, IHSG berada di level 2.164,62. Sampa dengan 15 September 2008, IHSG turun 400 poin menjadiu 1.719,25. Akhirnya tanggal 30 September BEI mengumumkan menutup adanya transaksi short selling mulai tanggal 6 Oktober 2008.

Walaupun penyebab kejatuhan pasar saham kala itu bukan hanya dikarenakan short selling, namun short selling menjadi salah satu penyebab jatuhnya harga saham saat itu. 

Jadi, kalau sekarang anda mau coba transaksi short selling jangan berharap anda bisa melakukannya lagi. 


Ada 2 hal yang menyebabkan mengapa transaksi short selling tidak diperbolehkan lagi. Kedua alasan tersebut adalah: 

1. Short selling menyebabkan force sell

Seperti yang katakan, short selling bisa dilakukan dengan cara meminjam uang dari kantor sekuritas alias ngutang. Nah pada short selling, trader berharap agar harga saham turun setelah melakukan jual kosong. Masalahnya, apakah harga saham nantinya benar2 akan turun atau justru malah balik naik?

Kalau ternyata harga saham tidak turun (baca: naik) setelah trader melakukan aksi jual, dan trader harus menebus harga sahamnya, trader akan rugi. Jadi trader harus menunggu harga saham turun agar bisa menebus dengan profit. Nah, kalau trader tidak menebus sampai batas waktu yang ditentukan, maka trader akan berpotensi terkena force sell.  

2. Short selling berpotensi menyebabkan kejatuhan harga saham dan IHSG 

Short selling yang dilakukan secara besar-besaran menyebabkan IHSG bisa jatuh dalam waktu cepat. Karena sesuai hukum permintaan dan penawaran, jika terjadi jual yang lebih daripada beli, maka harga akan turun. Nah, kalau aksi jual terjadi secara besar-besaran, anda bisa bayangkan sendiri kan apa yang terjadi? 

Inilah salah satu yang menyebabkan harga saham jatuh secara drastis pada bulan September 2008. Aksi short selling ini tentu sangat merugikan trader2 ritel. Inilah alasan mengapa short selling sudah tidak diperbolehkan lagi.

Itulah pengertian dan contoh kasus short sell yang pernah terjadi di pasar saham Indonesia. 
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url